Di Indonesia kita sering mendengar kata toleransi. Jarang terdengar kata tolerasi. Dalam bahasa Inggris toleration dan to tolerate biasanya diterjemahkan masing-masing toleransi dan bertoleransi. Ini tidak begitu tepat. Ada beda cukup penting di antara keduanya.
Makna tolerasi bisa dipahami dari kedua unsur yang dikandungnya. Pertama, ada suatu hal atau tindakan yang tidak disetujui. Kedua, sikap membiarkan hal atau perbuatan yang tidak disetujui itu. Seseorang dikatakan bertolerasi kalau ketika dia berhadapan dengan, misalnya, pendapat, ajaran agama, atau kebiasaan berbeda, dia tidak melakukan apa-apa untuk menghilangkan, melarang, atau mengganggunya.
Apabila dia hanya membiarkan hal atau tindakan yang dia setujui, namanya bukan tolerasi. Dan kalau dia memukuli atau melempari dengan batu orang atau harta benda orang yang punya atau melakukan sesuatu yang ditentangnya, jelas itu pun bukan tolerasi.
Toleransi, tolerance, mengandung unsur ketiga: kehendak dari dalam hati untuk melakukan tolerasi dan kemampuan mewujudkan kehendak itu. Unsur ketiga ini penting karena mencerminkan pandangan dunia, titik pandang, atau sikap hidup ideal yang sesuai dengan kemajemukan masyarakat, budaya, agama, ras, ideologi, dan lain-lain di muka bumi saat ini.
Tolerasi bisa terjadi tanpa toleransi. Misalnya, di zaman Orde Baru, ada banyak tolerasi. Namun, itu terjadi terutama karena dua hal. Pertama, negara memaksakannya. Orang tidak mengganggu orang lain yang tidak sepaham atau bergaya hidup berbeda karena khawatir negara akan menangkapnya. Kedua, negara menutup-nutupi dan melarang setiap kata dan tindak yang dianggap akan memicu sikap antitolerasi. Orang tidak tahu dan, karena itu, tidak berpikir tentang hal itu.
Sekarang negara Indonesia tidak lagi menakut-nakuti rakyatnya. Namun, ketika berbagai kekerasan antitolerasi terjadi akhir-akhir ini, banyak pejabat negara masih berusaha menyembunyikan kepala di dalam pasir dengan mengulang-ulang mantera ”Ini kriminal murni” alih-alih berupaya membangun sikap hati bertoleransi dengan argumen dan tindakan nyata, terbuka, cerdas, dan bijak.
Toleransi sering disamakan dengan tenggang. Namun, ini sangat tidak tepat karena unsur-unsur makna tenggang berlawanan dengan toleransi. Sama seperti tolerasi, tenggang mengandung unsur hal atau tindakan yang tidak disetujui. Namun, tenggang bukan sikap kesediaan menanggung perbedaan, melainkan memaksa yang tidak disetujui itu dihilangkan, diganti dengan yang disetujui. Dan kehendak hati bukanlah agar semua orang bisa hidup damai dengan cara berbeda, melainkan memaksa orang lain hidup dengan cara yang sama.
Toleransi adalah wujud rendah hati: orang lain sama baiknya dengan saya. Tenggang adalah wujud tinggi hati: semua orang harus ikut saya yang paling baik dan sempurna ini. Toleransi adalah lapang dada dan cinta kasih. Tenggang adalah picik dan benci. Lain tidak. (sumber: kompas)