Sebagai pelajar asing, saya suka sekali bahwa bahasa Indonesia adalah bahasa yang sangat fleksibel. Secara mudah, bahasa Indonesia sering memakai kata-kata dan konsep dari bahasa lain, termasuk bahasa Inggris. Ketika saya diberitahu kata “membuldoserkan”, misalnya, saya tahu tiba-tiba maksudnya. Juga, saya suka kata-kata seperti “mengkonfirmasikan” atau “mengkonseptualisasikan” – oleh karena, untuk seseorang yang berbahasa Inggris, maksudnya jelas sekali. Tetapi, harus berhati-hati. Kadang-kadang kata-kata dari bahasa lain digunakan untuk hal yang berbeda arti – misalnya, kata “sosialisasi”. Walaupun banyak politikus atau pejabat di Indonesia mengatakan bahwa sebuah undang-undang akan “disosialisasikan”, kami tidak memakai kata “socialise” dalam bahasa Inggris untuk maksud itu – “socialise” artinya “bergaul”.
Menurut saya, hal yang paling menarik tentang bentuk kalimat adalah kenyataan bahwa orang Indonesia lebih suka memakai bentuk “pasif”, dan bukan bentuk “aktif”. Ini berbeda sekali dibandingkan bahasa Inggris. Ketika kecil, saya selalu diajar untuk menghindari bentuk pasif dalam tulisan saya. Guru-guru saya selalu mengatakan bahwa setiap kalimat seharusnya ada subjek, kata kerja, dan biasanya objek. Mereka selalu mengatakan bahwa saya tidak seharusnya mencoba menyembunyikan siapa yang melakukan sebuah tindakan.
Oleh karena itu, saya berpikir bahwa orang yang berbahasa Inggris sebagai bahasa pertama sering punya kesulitan untuk membentuk dan menggunakan pasif. Bentuk itu tidak kami gunakan karena kami selalu ingin tahu siapa yang melakukan tindakan itu. Saya mengerti bahwa, kadang-kadang, ketika orang asing selalu memakai bentuk aktif, praktik ini akan dilihat sedikit aneh atau tidak sopan oleh orang Indonesia. Tetapi kenyataannya adalah bahwa kami membentuk kalimat dalam bentuk aktif oleh karena kami berpikir secara bentuk aktif.
Satu hal lain, yang ada hubungan dengan bentuk pasif, adalah bagaimana “kesengajaan” diperlakukan dalam bahasa Indonesia. Saya terkejut sekali ketika saya diberitahu bahwa dengan bentuk kata kerja berbeda bisa menjelaskan kalau ada kesengajaan atau tidak di belakang sebuah tindakan. Sebagai contoh, silikan membandingkan kedua kalimat berikut:
- Satu orang tertembak ketika dia mencoba menghentikan perkelahian antara dua penjahat.
- Satu orang ditembak ketika dia mencoba menghentikan perkelahian antara dua penjahat.
Walaupun kedua kalimat tersebut hampir sama, tetapi ada satu perbedaan besar. Dalam kalimat pertama, ada kata kerja “tertembak”, yang artinya bahwa penembakan ini adalah kecelakaan, atau ketidaksengajaan, tidak ada maksud di belakang penembakan ini. Dalam kalimat kedua, ada kata kerja “ditembak”, yang artinya bahwa penembakan ini sengaja dilakukuan, tidak ada kecelakaan. Saya berpikir bahwa pilihan antara dua kata dalam bentuk pasif ini cukup sulit untuk orang yang berbahasa Inggris sebagai bahasa pertama. Hal ini terjadi oleh karena biasanya, dalam bahasa Inggris, kami tidak harus berpikir tentang “maksud” kalau kami membentuk kalimat seperti ini. Mungkin hal itu lebih sulit untuk saya sebagai pengacara karena pendidikan saya adalah bahwa bertanggung jawab untuk memutuskan kalau ada kesengajaan di belakang sebuah tindakan seperti itu, atau tidak, biasanya ada tanggung jawab pengadilian – bukan tanggung jawab saya.
Hal yang menarik dalam bahasa Indonesia dan kadang-kadang untuk saya sebagai pelajar, memarahkan saya – kenyataan bahwa kelihatannya bahwa orang Indonesia memakai singkatan sedikitnya satu kali setiap kalimat, dan lebih banyak dalam pesan SMS. Ketika saya mencoba mendengarkan berita televisi, saya sering bingung dengan singkatan. Masalah itu meningkat oleh karena dalam bahasa Indonesia ada banyak singkatan yang dibentuk dari beberapa huruf dari setiap kata. Dan saya masih belum pasti mengapa huruf tertentu dipilih dan yang lain tidak. Misalnya, tidak jelas untuk saya mengapa “Pemilihan Umum” menjadi “Pemilu”, bukan “Pemum”? Ketika saya menonton berita televisi Indonesia pertama kali, saya tidak sadar bahwa beberapa kata baru – seperti “Jatim”, “Sumut” dan “Malut” – adalah sengkatan untuk Propinsi. Ketika saya menyadari bahwa kata untuk membebaskan seseorang dari pekerjaannya adalah untuk “mem-PHK” seseorang, saya berpikir bahwa hal ini tidak adil untuk pelajar-pelajar bahasa Indonesia. Tetapi saya selalu tertarik dengan singkatan-singkatan dan mengakui bahwa penggunaan singkatan ini menunjukkan bagaimana bahasa Indonesia beradaptasi dan berubah secara cepat sekali.
Saya juga ingin menyampaikan sedikit tentang kebijakan pemerintah Australia yang baru tentang bahasa asing dan khususnya bahasa-bahasa Asia. Perdana Menteri Kevin Rudd, yang dipilih dalam pemilu Australia pada bulan November tahun yang lalu, mempunyai komitmen yang jelas untuk memperkuat pengajaran bahasa-bahasa Asia dalam sekolah-sekolah dan universitas-universitas Australia. Pemerintah Rudd baru saja memberitahukan bahwa anggaran yang akan dikeluarkan selama 3 tahun yang akan datang untuk memastikan bahwa kebanyakan anak Australia mempunyai kesempatan untuk belajar salah satu bahasa dari negara tetangga kami, termasuk bahasa Indonesia, yang dinilai sebagai salah-satu bahasa yang penting sekali untuk orang Australia, adalah A$62 juta, atau kira-kira R 540 milyar. Perdana Menteri Rudd adalah salah satu contoh yang bagus sekali. Beliau bisa berbahasa China, dan ketika beliau mengunjungi China bulan April yang lalu, beliau menggelar beberapa pertemuan dan wawancara dalam bahasa China.
Melalui ini, saya tidak ingin memberikan kesan kepada Saudara-saudara yang terhormat bahwa tidak ada orang Australia yang bisa berbahasa Indonesia sekarang. Sekarang, ada kira-kira 40,000 orang yang berasal dari Indonesia yang tinggal di Australia. Juga, ada banyak orang Australia lain yang bisa berbahasa Indonesia. Bahasa Indonesia diajarkan di banyak sekolah dan universitas di Australia. Ketika Menlu Pak Hassan Wirajuda mengunjungi Australia pada awal tahun ini, beliau, dengan Menlu Australia Pak Stephen Smith, mengunjungi sebuah kelas bahasa Indonesia di sekolah almamater Pak Smith di Perth. Selain itu, artikel-artikel dalam bahasa Indonesia yang ditulis oleh beberapa dosen Australia sering kelihatan dalam Koran Indonesia.
Saya juga senang sekali untuk menyampaikan fakta bahwa Perpustakaan Nasional Australia mempunyai koleksi dalam bahasa Indonesia yang besar dan bagus sekali. Koleksi ini adalah salah satu koleksi dalam bahasa Indonesia yang terbesar dan terkontemporer di dunia. Ada 160 000 buku, 5 000 serial, dan 250 judul surat kabar. Kebanyakan materi yang dikumpulkan oleh Perpustakaan Nasional Australia melalui kantornya di Jakarta sejak tahun 1970an.
Selain hal yang sudah saya sampaikan di atas, ada juga banyak orang Australia yang datang ke Indonesia untuk belajar bahasa Indonesia. Biasanya di Wisma Bahasa, kebanyakan pelajar berasal dari Australia. Dan ada beberapa orang Australia yang kuliah di universitas-universitas Indonesia.
Seperti yang sudah saya sebutkan di atas, gagasan-gagasan ini hanya pendapat saya. Tetapi semoga presentasi tentang pengalaman saya, sebagai pelajar asing yang belajar bahasa Indonesia, berguna untuk saudara-saudara yang terhormat. Menurut saya, jelas sekali bahwa, kalau orang-orang berbeda bisa berbahasa bahasa yang sama, mereka akan saling mengerti jauh lebih baik. Semua hadirin di sini, sebagai guru-guru dan ahli-ahli bahasa Indonesia, ada peran penting untuk mendorong pengertian ini. Dan, sebagai pelajar dan sebagai diplomat, saya ingin mengucapkan terima kasih kepada semua guru yang mengajar bahasa-bahasa. Pekerjaan ini adalah pekerjaan yang penting sekali dan harus dihargai. (*Michael Bliss – Staf Kedutaan Australia)
hi. i’m givson. overseas is my dream. but i’ve got problem about it . because the one said to go overseas is not easy as we think.but dont care about it. i believe that one day i can go overseas fr working and staying in out country. that’swhy i need some one who can help me to make my dream will come true.. so please help me……
thanks for your comment. where do you want to go? Indonesia?
berita yg menarik, saya suka itu.
hahaha, gila. lancar sekali bahasa Indonesinya, dalam bentuk presentasi pula. sebagai orang Indonesia, saya baru menyadari bahwa bahasa kita terlalu sering menggunakan bentuk pasif untuk menghormati orang lain. Dan tentu saja yang paling menggemaskan untuk pelajar asing adalah imbuhan (sufiks/prefiks). wkwkwkwk
Terima kasih Mas Igras Samudera untuk komennya. salam
Aku suka sekali bahasa Indonesia karna saya memang asli berasal dari Indonesia.. tapi sayangnya orang Indonesia justru memperdalam bahasa asing ketimbang bahasa negaranya sendiri. Karena faktanya anak2 pelajar Indonesia mengerjakan tugas bahasa Indonesia yang bahasanya menggunakan bahasa Indonesia (bahasa mereka sendiri) malah dapat nilai jelek.
Dan bahasa Indonesia selalu menghadirkan kata2 baru yang tidak ada di kamusnya sendiri, bukan bahasa suku, melainkan bahasa gaul atau bahasa yang di mengerti anak-anak muda.
Terima kasih Mbak/Ibu Elvira untuk komentarnya.