Sitting on your knees in silence. A set of tea utensils arranged neatly ahead. The teacup has been cleaned. A pinch of green tea powder seemed to blend with the hot poured water. The sound of water flowing from the tip of the small teapot broke the silence. The tea ceremony begins.
Drinking tea is a part of our daily lives. In fact, for some people, drinking tea has become a routine, that they will feel unwell without drinking tea.
In Japan, tea is a special dish. Not only as an everyday rejuvenating drink but also full of symbolization and philosophy. There is a special ceremony for drinking tea, Chanoyu. The word Chanoyu consists of two words, namely cha or ocha which means tea, and yu, which means ceremony. Chanoyu is a traditional ritual of serving tea to guests. The way a person serves tea in Chanoyu reflects the depth of their knowledge of art, ethics, manners, even their way of thinking and personality. Therefore, in this ceremony, tea is not only poured and brewed with hot water and then drunk but is carried out with great politeness and sanctity.
It can take quite a while to learn how to properly carry out the tea ceremony. The process of learning the art of tea serving, can take months, even years.
The utensils used in Chanoyu include a chawan or small bowl for drinking tea, natsume or where green tea powder is placed, chasaku or bamboo spoons, and chasen or a tool for stirring tea which is also made of bamboo. All of these tools are placed on a tray called obon. The people who followed Chanoyu had to sit on their knees. In front of him was a small fan that was folded and placed right at his knees. The fan has the words sensu written on it. Another piece of equipment is a piece of kaishi, or small paper to wipe the hands.
First of all, the tea brewer will clean the chawan by pouring hot water into it and turning the chawan a few times. The water in the chawan is then thrown into a bowl called kenshui. After the chawan is clean, the presenter will take a pinch of green tea in the natsume, using chasaku. Previously, the chasaku would be cleaned with a piece of silk called fukusa, which was folded with a certain technique.
While still sitting on his/her knees, the tea brewer immediately poured enough hot water, then stirred the tea with chasen, in a shape like a small broom. The tea is ready. Before serving the tea, the tea brewer will invite guests to eat a small cake wrapped like candy, called uchigasi. Uchigasi tastes sweet. Its sweetness will compensate for the bitter taste of the green tea.
After that, tea will be served in front of guests, while saying “Dozo omeshiagari kudasai” (please drink). Guests will usually answer “Cho dai shimas” (I will enjoy drinking this).
The process of making is not the only thing that makes it special. The way to drink it is not to be taken lightly. It can be considered impolite to drink the tea without the tradition. While sitting on his knees, the guest will carefully take the chawan that has been filled with hot tea, place it on the left hand, and hold it with his right. The chawan is rotated three times clockwise with the right hand. After that, the tea in it should be drunk to finish in three sips. After finishing, chawan’s lips are cleaned by rubbing them with the index finger to the right. The guest can clean his hands with the kaishi, and return to place the empty chawan in front of him. The tea brewer will ask, “Ofuku kage wa ikaga desuka?” (How does it taste?), and will be answered, “Kekko na ofuku kage desu” (very delicious). The tea ceremony is over.
Chanoyu is used to teach politeness and manners in Japanese society. In ancient times, Chanoyu was only done among kings and noble families. Along with times, Chanoyu was held for special occasions such as holidays or welcoming important guests.
Duduk bersimpuh. Hening. Seperangkat peralatan minum teh tertata rapi di hadapan. Cawan tempat minum teh telah dibersihkan. Sejumput bubuk teh hijau tampak menyatu dengan air panas yang tertuang. Bunyi gemericik air yang mengalir dari mulut poci kecil memecah kesunyian. Upacara minum teh pun dimulai.
Minuman teh sudah menjadi bagian dari kehidupan kita sehari-hari. Bahkan, untuk beberapa orang, minum teh telah menjadi sebuah rutinitas sehingga badan akan terasa tidak sehat kalau belum minum teh.
Di Jepang, teh menjadi satu sajian yang khusus. Tak hanya sebagai minuman sehari-hari pelega dahaga, tetapi juga sarat dengan simbolisasi dan filosofi. Karena itu, ada sebuah upacara khusus untuk minum teh. Namanya, Chanoyu. Kata Chanoyu terdiri dari dua kata, yaitu cha atau ocha yang berarti ‘teh’, dan yu yang berarti ‘upacara’. Chanoyu adalah ritual tradisional dalam menyajikan teh untuk tamu. Cara seseorang menyajikan teh dalam Chanoyu, mencerminkan kedalaman pengetahuan mereka akan seni, etika, tata krama, bahkan cara berpikir dan kepribadiannya. Karena itu, dalam upacara ini, teh tidak hanya dituang dan diseduh dengan air panas lalu diminum, tetapi dilakukan dengan penuh kesopanan dan kesakralan.
Untuk bisa melaksanakan upacara minum teh dengan benar, seseorang bisa memerlukan waktu yang cukup lama untuk memelajarinya. Proses belajar menyajikan teh dengan seni yang tinggi, bisa makan waktu berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun.
Peralatan yang digunakan dalam Chanoyu antara lain, chawan atau mangkuk kecil untuk meminum teh, natsume atau tempat bubuk teh hijau diletakkan, chasaku atau sendok bambu, dan chasen atau alat untuk mengaduk teh yang juga terbuat dari bambu. Kesemua alat ini diletakkan di atas sebuah baki yang disebut obon. Orang-orang yang mengikuti Chanoyu harus duduk bersimpuh. Di hadapannya ada sebuah kipas kecil yang dilipat dan diletakkan tepat di depan lututnya. Kipas tersebut bertuliskan syair-syair bernama sensu. Perlengkapan lainnya adalah sehelai kaishi, atau kertas kecil untuk mengelap tangan.
Terlebih dahulu, si penyaji teh akan membersihkan chawan dengan air panas dengan cara menuangkan air ke dalamnya dan memutar-mutarkan chawan itu beberapa kali. Air di dalam chawan itu kemudian dibuang ke dalam sebuah mangkuk yang disebut kenshui. Setelah chawan bersih, si penyaji akan mengambil sejumput teh hijau di dalam natsume, menggunakan chasaku. Sebelumnya, chasaku akan dibersihkan dengan selembar kain sutera bernama fukusa, yang dilipat dengan teknik tertentu.
Sambil tetap duduk bersimpuh, si penyaji segera menuangkan air panas secukupnya, lalu mengaduk teh itu dengan chasen, yang berbentuk seperti sapu kecil. Teh telah siap. Sebelum menyajikan teh, si penyaji akan menyilakan tamu menyantap kue kecil yang dibungkus seperti permen, bernama uchigasi. Uchigasi ini rasanya manis. Rasa manis dari uchigasi akan mengimbangi rasa pahit dari teh hijau.
Setelah itu, teh akan dihidangkan di hadapan tamu, sambil mengucapkan “Dozo omeshiagari kudasai” ‘silakan minum’. Tamu biasanya akan menjawab “Cho dai shimas” ‘selamat minum’.
Tak hanya cara membuatnya yang khusus. Cara meminum pun, tidak sembarangan. Seseorang bisa dianggap tidak sopan bila minum tehnya tanpa cara yang khusus juga. Sembari duduk bersimpuh, si tamu akan mengambil dengan hati-hati chawan yang telah berisi teh hangat itu, meletakkannya di atas tangan kiri, dan memegangnya dengan tangan kanan. Chawan itu diputar searah jarum jam sebanyak tiga kali dengan tangan kanan. Setelah itu, teh di dalamnya harus dihabiskan dalam tiga tegukan. Setelah habis, bibir chawan dibersihkan dengan cara mengusapnya dengan jari telunjuk ke arah kanan. Tamu bisa membersihkan tangannya dengan kaishi, dan kembali meletakkan chawan yang telah kosong di hadapannya. Si penyaji akan bertanya, “Ofuku kage wa ikaga desuka?” ‘bagaimana rasanya?’, dan akan dijawab, ”Kekko na ofuku kage desu” ‘enak sekali’. Upacara minum teh pun, selesai.
Chanoyu adalah salah satu bentuk mengajarkan kesopanan dan tata krama dalam masyarakat Jepang. Pada zaman dahulu, Chanoyu hanya dilakukan di kalangan raja-raja dan keluarga bangsawan. Seiring dengan perkembangan zaman, Chanoyu dilaksanakan untuk acara-acara khusus seperti hari raya atau menyambut tamu penting.
Tags: chanoyuteh jepangtradisi minum teh di jepang