“Tunggu aku di pojok jalan itu. Aku beli rokok dulu ke warung sana.” Kalimat ini menjadi pembuka cerpen Iwan Simatupang yang berjudul sama dengan kalimat pertama kutipan ini. Sang lelaki membiarkan istrinya menunggu di sana.
Tidak kepalang tanggung. Dia meninggalkan istrinya di pojok jalan itu selama sepuluh tahun. Ketika kembali, dia mendapati istrinya masih setia di sana, menunggunya di pojok jalan itu. Hanya statusnya kini menjadi pelacur. Ketika suaminya menemuinya kembali, dia (sengaja) tak mengenalinya lagi. Iwan Simatupang memang tidak berkisah tentang cerita yang realistik tetapi lebih bersifat surealistik.
Di pojok jalan, di pojok rumah, atau di pojok meja memang bisa diganti dengan kata di sudut jalan, di sudut rumah, atau di sudut meja. Kedua kata ini memang bisa saling menggantikan dalam konteks frase tersebut.
Dalam pertandingan sepak bola, istilah tendangan pojok dapat diganti dengan tendangan sudut. Kata terpojok juga bisa diganti dengan kata tersudut seperti pada kalimat, “Klitsco terpojok di sudut ring tinju,” menjadi kalimat, “Klitsco tersudut di pojok ring tinju.” Kalimat, “Sang terdakwa dipojokkan oleh sejumlah pertanyaan jaksa,” bisa digantikan oleh kalimat, “Sang terdakwa disudutkan oleh sejumlah pertanyaan jaksa.”
Apakah kata “pojok” identik sama dengan kata “sudut” seperti pada contoh-contoh di atas? Saya rasa kata “pojok” berasal dari bahasa Jawa sementara kata “sudut” berasal dari bahasa Melayu yang kini sama-sama eksis dalam bahasa Indonesia.
Pada tahun 1945-an, Ismail Marzuki yang segenerasi dengan Iwan Simatupang, menuliskan kalimat dalam lirik lagunya, “Namun kadangkala pria tak berdaya, tekuk lutut di sudut kerling (mata) wanita.” Di sudut kerling mata tidak dapat digantikan menjadi di pojok kerling mata. Begitu juga pada kasus “di sudut bibirmu”.
Saya teringat lirik lagu Sam Saimun (Anda bisa men-download di youtube), yang berjudul “Di Sudut Bibirmu”. Lengkapnya sebagai berikut.
//Di sudut bibirmu/ kumenghirup seteguk senyum/ yang menghias paras bening Dewi Ratih// Di sudut bibirmu/ kulukiskan darah cintaku/ yang bertahun kusimpulkan di dalam dada// Hamba mencari ilham/ di tepian wajahmu/ lagu indah bersulang/ kan kujalin bagimu// Di sudut bibirmu/ kau sebarkan wangi puspita/ yang meresap sampai jauh di lubuk kalbu//.
tidak kepalang tanggung: no half-hearted
berkisah tentang cerita: tell about the story
tekuk lutut di sudut kerling (mata) wanita: surrendered at the corner of her gleaming
aku menghirup seteguk senyum: I took a sip of a smile
menghias paras bening Dewi Ratih: dress up the beautifully face
kau sebarkan wangi puspita: you spread the fragrance of flowers
meresap sampai jauh di lubuk kalbu: absorb ‘till deep inside