Bagi penutur asing bahasa Indonesia, kata “tolong” adalah salah satu kata yang dipelajari pada tahap awal pembelajaran. Bahkan, beberapa pelancong mancanegara yang hanya menghabiskan waktu seminggu di Indonesia pun mungkin tahu kata ini. Sebab, kata tersebut digunakan ketika butuh bantuan orang lain, seperti “help me!” dalam bahasa Inggris. Saya sudah hampir tiga tahun belajar bahasa Indonesia, tetapi masih ingat bahwa saya juga pernah belajar tentang kata yang biasanya dipakai dalam kondisi darurat itu sebagai salah satu ekspresi praktis dalam kehidupan sehari-hari sebelum ke Indonesia. Namun, sejak saat itu, saya yakin saya tidak mungkin akan menggunakan kata yang sering juga muncul di buku panduan wisata Indonesia itu, apalagi meneriakkan kata itu, karena saya tidak pernah memakai kata itu dalam bahasa saya di ruang publik di negara saya (walau mungkin saya hanya beruntung tidak mengalami situasi darurat di negara asal saya selama ini…). Saya merasa ekspresi tersebut berguna, tetapi hanya contoh saja yang tidak akan pernah saya pakai sampai suatu saat dalam perjalanan saya di Bali.
Saya bersama istri saya berwisata ke Pulau Bali satu setengah tahun yang lalu. Pengalaman saya di pulau yang penuh keindahan alam dan kekayaan budaya itu memang luar biasa. Saya mengunjungi beberapa pura terkenal, menikmati matahari terbenam di sebuah pantai di Seminyak, mengagumi pemandangan persawahan di Ubud, serta sempat menyantap makanan khas Bali dan es krim segar. Orang-orang di penginapan dan sopir mobil pun sangat ramah dan mengapresiasi kedatangan kami karena waktunya belum lama setelah terjadinya gelombang parah pandemi covid-19 dan industri pariwisata di pulau tersebut belum menggeliat kembali. Sepertinya Bali dan masyarakatnya menyambut baik kami dan menawarkan semua daya tariknya. Perjalanan lima hari empat malam kami di Pulau Dewata itu terasa akan selesai dengan lancar dan aman… sampai terjadinya sebuah peristiwa di sore hari terakhir di Ubud, tujuan terakhir kami.
Untuk makan malam terakhir di Bali, saya dan istri saya memilih restoran Meksiko yang testimoninya cukup tinggi. Kami telah menyelesaikan semua rencana perjalanan sampai sore hari itu, dan mulai bersantai di lantai dua restoran tersebut (yang pasti sangat aman) sambil minum jus segar dan menikmati pemandangan dari sana. Kami mengenang pengalaman kami di Bali dan membicarakan lokasi dan momen favorit kami. Seorang pelayan laki-laki juga ikut serta dalam pembicaraan kami dan menjamu kami. Beberapa saat kemudian, kami merasa lapar dan pesan masakan. Saya memilih burrito daging sapi yang kelihatannya enak di gambar menu. Ternyata, rasanya sangat lezat dan memuaskan lidah saya. Saya sudah mulai berpikir tentang waktu tidur nanti malam di hotel dengan nyaman dan penuh kenangan di Bali sambil mencicipi burrito-nya berdua dengan istri saya. Namun, tidak lama kemudian, tiba-tiba muncul seekor anjing besar berwarna coklat tua di tangga dari lantai satu. Anjing yang kelihatannya seperti anjing penjaga kuat itu langsung mendekati saya dan mulai berkeliling di sekitar saya dengan meneteskan air liur dan menggonggong! Saya sebenarnya sangat benci dan takut dengan anjing besar liar karena anjing besar memang menakutkan dan kemungkinan punya penyakit rabies. Saya merasa anjingnya akan menggigit dan memakan saya! Awalnya saya takut dan tidak bisa apa-apa, tetapi pada saat berikutnya, tanpa sadar saya sudah berteriak dengan keras “Tolong, Pak! Tolong! Ada anjing di sini!”. Syukurlah, pelayan laki-laki tadi segera datang ke lantai dua dan mengusir anjing itu. Katanya, pelayan tersebut tidak melihat anjingnya naik ke lantai atas. Saya masih ingat jantung saya berdegup cepat sekali seperti setelah lari 100 meter dengan seluruh kekuatan. Sampai sekarang, pengalaman itu merupakan pengalaman yang paling menakutkan bagi saya di Indonesia, tetapi juga menjadi kenangan yang tak akan terlupakan. Setelah saya sampai di hotel, saya berpikir mungkin anjing tadi mau makan daging sapi di burrito saya, dan sebaiknya saya langsung memberikannya saja kepada anjing itu supaya saya tetap aman dan tidak takut.
Walaupun saya mengalami kejadian yang tak menyenangkan ini, ada juga beberapa pelajaran yang saya dapatkan. Pertama, kata-kata sederhana yang muncul di awal pelajaran bahasa Indonesia, ketika saya mempelajarinya di Wisma Bahasa, seperti kata “tolong”, juga penting dan praktis dalam kehidupan sehari-hari. Walaupun kedengarannya kata sepele, kita harus belajar serius dan mengingatnya. Memang, ketika saya membaca ulang buku-buku bahasa Indonesia bagi pemula sekarang, masih ada banyak hal yang sebaiknya saya pelajari lagi. Kedua, jangan terlalu lengah ketika makan di ruang terbuka di Bali walau berada di lantai atas, khususnya bagi orang asing yang belum terbiasa dengan anjing liar (dan anjing peliharaan), karena anjing mau mencuri makanan kita. Tidak ada banyak anjing di Pulau Jawa, tetapi sepertinya ada banyak anjing di Bali. Inilah cerita pendek tentang pengalaman saya di Pulau Bali. Mungkin saya sudah tidak lagi malu berteriak “tolong!” di ruang publik jika itu demi keselamatan saya dan istri saya.
Omong-omong, restoran Meksiko di Ubud tersebut menyajikan masakan Meksiko terenak yang pernah saya santap selama ini. Silakan dicoba restorannya asal Anda berani mengusir anjing brutal yang mau menyerobot burrito Anda!