Di dalam Pancasila, ada prinsip-prinsip yang membantu orang-orang hidup dengan kerukunan.
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
Ini ditandai oleh gambar bintang. Maha Esa di sini bisa berarti Allah, Vishnu, Budha, Kristus dan lain lain. Untuk kebanyakan orang Islam, ini berarti kepercayaan pada Tuhan yang satu dan benar, tetapi pemerintah menekan ekstremisme keislaman dan menekan tuntutan adanya negara Islam. Sejak kemerdekaan, keimanan pemerintah adalah di Indonesia yang multi-etnik dan multi-agama.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
Ini ditandai oleh rantai yang tidak putus. Kalau orang-orang punya wawasan yang tinggi bahwa semua orang termasuk keluarga kemanusiaan, saya pikir orang-orang lebih mudah mempraktekkan toleransi antar-umat beragama.
3. Persatuan Indonesia
Ini disimbolkan dengan pohon beringin. Perasaan bahwa orang-orang Indonesia termasuk satu bangsa, walaupun mereka punya etnik atau agama berbeda, ini membantu orang Indonesia bersatu. Kalau orang-orang pikir, ya, ada perbedaan tetapi ada kesamaan juga, dan mereka bisa merasa, kita lebih sama daripada berbeda.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.
Sila ini membantu orang-orang memakai sistem permusyawaratan antara lain anggota – anggota masyarakat untuk mencapai konsensus atau mufakat. Dalam sistem ini harus menghormati pendapat-pendapat dan ini membantu orang-orang menjadi tidak hanya toleran tetapi juga harus mencoba mendengarkan, menerima pendapat yang berbeda dan harus mengeluarkan keputusan yang lebih baik untuk semua orang.
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Saya pikir, lewat sila ini, orang-orang bisa ingat ekspresi kepercayaan dan keimanan orang-orang harus diperlihatkan lewat jawaban-jawaban kita terhadap masalah-masalah sosial. Dengan cara ini, bahkan sementara waktu, orang – orang bisa melupakan perbedaan dan terus pikir tentang orang lain yang perlu pertolongan. Perbedaan tidak harus mencegah untuk melakukan hal yang baik, yang berkeadilan sosial.
- Kepemimpinan
Saya pikir kita sudah tahu bahwa Yogyakarta unik sekali karena tempat khusus ini punya pemimpin dengan peran sebagai gubernur dan sultan. Kepemimpinan Sultan ini yang paling penting sehingga Yogyakarta bisa menjadi tempat lahirnya kebudayaan dan keimanan Indonesia. Dia bisa memperlakukan semua orang di Yogya dengan keadilan dan dengan cara-cara damai juga. Dia seorang yang percaya bahwa semua orang sederajat. Kalau pemimpin bisa menghormati orang-orang berbeda di daerahnya dan dia bisa juga mendorong kerukunan, ini kepemimpinan yang bisa mempertahankan toleransi antar-umat beragama atau kerukunan antar-orang.
Tokoh – tokoh agama yang punya pikiran dan hati yang terbuka bisa memudahkan pengertian dan penghargaan antar-umat beragama. Mereka punya peran yang penting untuk mempengaruhi orang-orang memfokuskan hal-hal atau ajaran – ajaran yang universal. Mereka bisa mengingatkan orang – orang bahwa tidak ada hasil yang baik kalau bangsa Indonesia mengambil jalan kekerasan, prasangka, kebencian, ketidaktahuan, diskriminasi atau apatisme.
- Dinamika Sosial
Saya pikir dinamika sosial di masyarakat bisa mendorong toleransi. Karena orang-orang di Yogyakarta pendidikannya tinggi, ada banyak orang yang bisa belajar dan mengerti tentang hal-hal seperti toleransi, ajaran-ajaran universal ataragama, ada banyak orang yang terpelajar yang bisa menjelaskan atau meneliti tentang topik ini. Kalau ada banyak orang yang mau ikut serta dalam dialog-dialog antar-iman ini, menurut saya, memudahkan pengertian di antara orang – orang.
Faktor – Faktor Penghambat
Ini tidak hanya faktor – faktor penghambat toleransi antar-umat beragama tetapi saya ingin berfokus pada pemimpin keagamaan dan kelompok ekstrem.
- Intern
Di dalam FBUB, hubungan antar Bapak Romo dan Bapak Kyai dan semua tokoh-dalam tokoh agama lebih dekat dan lebih pribadi, kurang formal dan tidak berdasarkan struktur FPUB. Karena tidak ada ketua, derajat semua tokoh-tokoh adalah sama. Saya sedih mendengar ketika Bapak Romo mengajak romo yang lain ikut serta berdiskusi dengan mereka tetapi mereka bilang bahwa “kamu saja bapak, kami sibuk…” Mungkin ini benar atau tidak. Saya pikir, seharusnya ada keberlangsungan di dalam kepemimpinan beragama yang mendorong toleransi antar-umat beragama. Bapak Romo kurang khawatir karena dia bilang bahwa orang-orang di komunitasnya bisa melanjutkan aktivitas-aktivitas yang mereka lakukan untuk kerukunan. Mungkin ini lebih baik: kalau orang-orang sudah tahu dan merasa baik terhadap orang yang lain, mereka bisa melanjutkan kehidupan yang damai dan rukun, bahkan tokoh agama tidak bisa mendorong ini. Kalau kemauan orang-orang di masyarakat kuat, mereka bisa mempunyai kehidupan yang didasarkan kedamaian dan kerukunan.
Tetapi, saya pikir tokoh-tokoh agama masih punya peran yang penting. Kalau tidak ada yang mau melanjutkan aktivitas-aktivitas yang memudahkan proses pengertian dan penghargaan di antara orang-orang, mungkin proses ini akan berjalan dengan pelan dan kurang teratur.
- Ekstern
Ada beberapa kelompok ekstrem di Indonesia yang menerjemahkan secara harfiah kata-kata di Qur’an. Berkembangnya kelompok Islam yang militan misalnya Darul Islam di tahun lima puluhan mengancam “Kesatuan di dalam Perbedaan” Indonesia.
- Prospek dan Tantangan
Ada prospek dan tantangan yang bisa kita harapkan bersama. Beberapa prospek dan tantangan ini bisa kita lihat dalam konteks ASEM Interfaith Dialogue. Tahun ini, pada tanggal 21 – 22 Juli 2005, dilaksanakan ASEM Interfaith Dialogue di Bali. Tahun lalu, dilaksanakan Regional Dialogue on Interfath Cooperation di Yogyakarta, pada tanggal 6 – 7 Desember 2004. Saya pikir, dialog ini tepat pada waktunya, karena ada beberapa kejadian ketika orang –orang mengebom tempat-tempat di Indonesia dan beberapa orang menuduh orang Indonesia atau negara Indonesia sebagai teroris atau tempat teroris.
Dialog ini disponsori oleh Indonesia dan Inggris, bekerjasama dengan ASEM mitra dialog yang lain seperti Denmark, the European Commission, Finlandia, Yunani, Malaysia, Belanda , Filipina, Singapura, Spanyol dan Thailand sebagai sponsor juga.
Dialog ini diikuti oleh 39 mitra dialog dan ada para peninjau dari Holy See dan dari organisasi internasional, antara lain, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), UNESCO, Liga Arab, Organisasi Konferensi Islam (OKI) dan Sekretariat ASEAN.
ASEM Interfaith Dialogue di Bali menghasilkan Bali Declaration on Building Interfaith Harmony. Di dalam deklarasi ini, ada beberapa hal yang ingin saya soroti:
Di bidang pendidikan :
- Ada resolusi untuk memperkuat kerjasama lewat pertukaran pelajar, guru dan pemuda.
- Mendidik masyarakat untuk menerima dan menghadapi dengan perbedaan dan mencegah timbulnya ekstremisme dan prasangka lewat aktivitas-aktivitas di tingkat komunitas, masyarakat, kedaerahan dan nasional.
Di bidang kebudayaan:
- Mengakui hubungan antara agama – agama dan budaya – budaya dan meningkatkan “shared values” atau nilai-nilai yang dipahami bersama untuk memperkuat kerukunan dan pengertian di dalam masyarakat.
Di bidang media:
- Memperkuat profesionalisme dan tanggung jawab sosial dengan mengatasi kecenderungan terhadap negativisme dan menghindari “news labeling” yang bisa membawa kepada “stereotyping” agama dan umat bergama.
Di bidang agama :
- Memperkuat pendidikan agama, di dalam agama sendiri dan agama yang lain sehingga memungkinkan dialog antar-iman.
- Menerima peran agama dan keyakinan sebagai mitra sosial.
Saya merasa bahagia karena saya bisa ikut serta program ini. Sekali lagi, dapat saya katakan saya tidak hanya belajar bahasa Indonesia tetapi yang lebih penting dan yang sangat saya hargai adalah pengertian dan pelajaran-pelajaran dari pangalaman saya di Yogyakarta. Diskusi dengan orang-orang di masyarakat , dengan guru-guru, dengan orang di Malioboro, di Kaliurang, dengan orang dari PKS atau dengan orang di paroki Bapak Romo, atau dengan supir taxi atau tukang becak, interaksi – interaksi dengan mereka betul-betul memperlihatkan bagaimana orang Islam, bagaimana kehidupan di desa dan kehidupan di kota. Lewat interaksi tersebut saya bisa mengerti dan menghargai hubungan yang berdasarkan kerukunan antar-umat beriman. Saya pikir program ini sudah melaksanakan beberapa hal di Bali Declaration. Mudah-mudahan, saya bisa ingat tidak hanya pelajaran-pelajaran bahasa Indonesia tetapi juga pelajaran yang terus akan menjadi inspirasi dalam hidup saya. Mungkin kita bisa berdoa bersama jadi kita tidak bisa lupa. Ada harapan bahwa kekerasan tidak bisa menang, selama masih ada orang-orang yang kerja keras untuk toleransi atau kerukunan antar-umat beragama dan perdamian dunia (world peace!)
(Penulis: Dulce Amor Fortunado, Diplomat dari Filiphina, belajar di Wisma Bahasa 2005. Tulisan ini sudah pernah dipresentasikan di Wisma Bahasa pada tahun 2005, dalam rangka ujian akhir belajar bahaa Indonesia)