Wisma Bahasa akan berulang tahun pada tanggal 22 Juli. Pada tahun ini, Wisma Bahasa akan berusia 38 tahun. Seperti umumnya pesta ulang tahun, ada sajian khas yang menyertai perayaan syukur ini. Di Wisma Bahasa, kami tak pernah lupa untuk membuat nasi tumpeng. Anda pasti pernah melihat atau merasakan lezatnya nasi tumpeng, kan?
Sajian nasi kuning berbentuk kerucut ini, biasanya tak pernah absen dari berbagai momen penting seperti perayaan syukuran, ulang tahun, maupun selamatan. Sebagai salah satu warisan kebudayaan Jawa, tumpeng kini tak hanya lekat dengan masyarakat Jawa, namun dikenal dan disajikan secara umum di berbagai tempat di Indonesia, bahkan hingga di mancanegara.
Makanan ini disajikan menggunakan sebuah tampah. Menunya terdiri dari nasi kuning berbentuk kerucut yang dihiasi dengan berbagai lauk pauk. Tak hanya lezat rasanya, tumpeng juga memiliki makna filosofis yang mendalam, lho.
Kata ‘tumpeng’ sendiri, secara etimologi dalam masyarakat Jawa, merupakan singkatan dari kalimat ‘yen metu kudu mempeng. Artinya, “ketika keluar harus sungguh-sungguh bersemangat”. Pesan ini dimaknai sebagai ketika lahir ke dunia, manusia harus menjalani kehidupan dengan bersemangat, yakin, dan fokus pada Tuhan. Simbolisasi ketuhanan dalam nasi tumpeng, terwujud dalam bentuk kerucut yang mengarah ke atas. Selain itu, bentuk kerucut ini juga melambangkan harapan agar kehidupan manusia menjadi lebih tinggi derajatnya atau lebih sejahtera.
Sementara itu, lauk pauk yang disajikan sebagai makanan pelengkap, juga memiliki makna yang khusus. Lauk pauk yang berjumlah tujuh macam, atau dalam bahasa Jawanya, ‘pitu’, merupakan simbolisasi kata ‘pitulungan’ atau pertolongan. Harapannya, dalam menjalani kehidupannya, manusia akan mendapatkan pertolongan dari Tuhan dan dari sesamanya.
Ketujuh lauk yang mesti ada di sajian ini adalah tempe bacem, ikan teri, sayur urap (berisi kacang panjang, wortel, dan lain-lain), umbi-umbian, telur rebus, jajan pasar, dan daging ayam utuh. Supaya Anda lebih memahami makna penyajian nasi tumpeng, berikut makna filosofis dari masing-masing komponennya.
- Nasi
Nasi tumpeng bisa disajikan dengan nasi putih ataupun nasi kuning. Nasi melambangkan rezeki yang halal dan bersih. Selain itu, nasi juga melambangkan kemakmuran.
- Ayam
Ayam yang biasa digunakan pada nasi tumpeng adalah ayam jantan atau ayam jago. Konon, pemilihan ayam jago memiliki makna agar manusia menghindari sifat-sifat buruk ayam jago, seperti sombong, dan congkak.
- Ikan Teri
Ikan teri yang disajikan dalam hidangan nasi tumpeng biasanya diolah dengan cara digoreng asin. Sesuai dengan kebiasaan hidup ikan teri yang bergerombol di laut, ikan teri dalam nasi tumpeng memiliki makna menjaga kebersamaan dan kerukunan.
- Telur
Telur merupakan lauk yang penting dan memiliki makna mendalam pada nasi tumpeng. Telur ini biasanya dimasak dengan cara dipindang dan disajikan utuh dengan kulitnya. Sehingga untuk memakannya, Anda harus mengupas kulitnya terlebih dahulu. Hal ini sebagai simbol bahwa semua tindakan harus direncanakan terlebih dahulu agar mendapatkan hasil yang memuaskan.
- Sayur Urap
Sayur urap biasanya terdiri dari kangkung, bayam, kacang panjang, taoge, wortel, dan dipadukan dengan bumbu yang terbuat dari sambal parutan kelapa. Kangkung dekat dengan kata ‘jinangkung’ yang berarti melindungi. Bayam dekat dengan kata ‘ayem’ yang berarti dengan tenang dan tenteram. Taoge yang biasa disebut juga dengan kecambah, memiliki makna pertumbuhan. Sedangkan kacang panjang dapat diartikan sebagai pemikiran yang jauh ke depan atau umur panjang.
- Cabe Merah
Di puncak tumpeng biasanya diberi hiasan berupa cabe merah yang berbentuk kelopak bunga. Hiasan cabe merah ini melambangkan api yang memberikan penerangan atau bermanfaat bagi orang lain.
- Bumbu Urap
Bumbu urap yang terbuat dari parutan kelapa dan sambal, lekat dengan kata ‘urip’ atau kehidupan. Sehingga, bumbu dan sayuran urap ini sebagai simbolisasi hidup atau nafkah untuk keluarga.
One thought on “Tumpeng: Sajian Khas Lezat dan Penuh Makna Filosofis”